Kamis, 24 Februari 2011

MEMARAHI DAN MENCUBIT TIDAK SEHAT BUAT ANAK

Dewi, seorang Ibu yang tinggal di Jakarta, mengeluhkan kedua anak laki-lakinya yang kelewat bandel. "Kadang kala anak kami (terutama yang sulung) berperilaku yang membuat kami marah. Padahal, sebelumnya dinasihati secara halus, tetapi tetap tidak mau mendengar. Akibatnya, terkadang keluar kata-kata dengan nada yang tinggi bahkan mencubit," ujarnya dengan nada menyesal
.
Kepada HM Ihsan Tanjung yang dimintai konsultasi, Dewi menanyakan tentang bagaimana sikap yang sebaiknya diambil dalam memarahi anak yang masih balita ini. Dewi khawatir bertindak di luar kontrol dan "menyakiti" anaknya.
Dewi juga menanyakan bagaimana seharusnya cara mendidik anak, baik secara fisik maupun mental, bagi anak-anak balita.
Menurut Ihsan, sebagai orangtua mestinya bersikap bijak dalam memperlakukan anak-anaknya sesuai dengan perkembangan usia mereka. Untuk anak usia 0-7 tahun, Ihsan menganjurkan agar orangtua lebih mengajak anak untuk bermain. Pada usia sekecil itu, bermain adalah masa mereka dan itu secara psikologis sangat baik bagi perkembangan kejiwaan anak.
Ihsan juga menganjurkan untuk usia tujuh hingga 14 tahun anak diajari disiplin mengenai etika bergaul. Pada usia itu anak memang sangat membutuhkan bimbingan dengan disiplin yang lebih tegas.
Sedangkan untuk anak usia 14 tahun ke atas, Ihsan menganjurkan agar orangtua mengambil sikap tepat dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Pada usia seperti itu, anak mengalami perubahan kejiwaan yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga mereka membutuhkan tempat curhat untuk menumpahkan uneg-unegnya.
Ihsan menyebutkan pembagian tersebut sebagai tahapan sikap orangtua terhadap anak. Menurut konsultan keluarga itu, anak belum mencapai kesempurnaan akalnya sebelum usia tujuh tahun. Sebelum usia itu ia belum sempurna dalam memahami perintah dan larangan serta belum memahami kewajiban dan tanggung jawab.
Bagi mereka yang berusia di bawah itu, bermain adalah bekerja itu sendiri, bermain adalah kehidupannya dan kegembiraannya, bermain adalah mata pelajaran resminya.
Dengan bermainlah ia belajar. Karena itu, anak di bawah usia itu sering belum bisa serius dalam aktivitas keagamaan selain ikut-ikutan.
Jika Anda mengharapkan anak usia tiga tahun untuk mengikuti aturan sikap anak usia tujuh tahun ke atas, misalnya duduk diam ketika bertamu. Atau tidak penasaran mengkotak-katik barang yang bukan mainannya, tidak berlari kian ke mari di dalam rumah, berarti harapan itu berlebihan.
Selain anak itu belum sanggup mengikuti aturan demikian, juga kasihan sebab kita akan mengganggu keasyikannya menjelajah dunia dengan pola pikirnya sendiri.
Demikianlah, sering kali kemarahan dan kekesalan kita terhadap anak lebih disebabkan oleh anak itu yang tidak memenuhi harapan kita, ketimbang karena anak itu memang sengaja membuat kita marah. Persoalannya sekarang, apakah harapan kita memang wajar ataukah berlebihan?
Alasan Sepele
"Saya sering menemukan bahwa anak seusia itu bahkan memukul anak lain dengan alasan sepele, senang melihat anak lain menangis.
Bahkan, terkadang anak usia tiga tahun itu belum benar-benar tahu bahwa memukul adalah ekspresi kemarahan atau membalas pukulan. Bagaimana pun kita dapat menuduh bahwa anak tersebut dengan sengaja memang ingin menyakiti anak lain.
Anak belajar dari apa yang ia lihat di lingkungan terdekatnya. Jika di lingkungan terdekatnya ia biasa melihat kekerasan, ia adalah penggemar kekerasan dan pelaku kekerasan kecil-kecilan. Jika yang dilihatnya di lingkungan terdekatnya adalah ekspresi kelemahlembutan, kasih sayang dan saling menghormati, ia pun akan menjadi anak yang penyayang, santun, dan lemah lembut.
Kemudian, jika kita membahas masalah pengaruh lingkungan terhadap anak, lingkungan yang buruk sangat potensial membuat anak berkembang menjadi karakter yang buruk pula.
Kata-kata yang buruk, perilaku yang buruk dan kasar, bahkan sampai ke gaya dan kebiasaan hidup dipelajari anak dari lingkungan.
Karena itu, sebagai orangtua kita wajib menjaga dengan siapa anak Anda bermain, apa yang biasa ia dengar, apa yang biasa ia lihat dan siapa yang biasa berinteraksi dengannya setiap hari.
Jika, orangtua mengabaikan faktor itu, jangan heran jika orangtua tidak sanggup mengendalikan anaknya saat bandel sebab orangtua sudah tidak tahu lagi siapa dan apa yang menyebabkan anaknya demikian. (L-11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar